Banjir
di musim hujan, kekeringan di musim kemarau. Begitulah masalah di
banyak kota di negeri ini. Ini akibat pembangunan kota yang tak
mengindahkan kelestarian lingkungan. Cara yang diyakini bisa menjaga ketersediaan sumber air adalah membuat sumur resapan dan lubang-lubang biopori. 
Konsepnya
adalah bagaimana semaksimal mungkin memasukkan kembali ke dalam bumi
air yang jatuh dari langit alias hujan, sehingga tidak terbuang percuma.
BIOPORIDinamakan
teknologi biopori atau mulsa vertikal karena teknologi ini mengandalkan
hewan-hewan tanah seperti cacing dan rayap untuk membentuk pori-pori
alami dalam tanah, dengan bantuan sampah organik, sehingga air bisa
terserap dan struktur tanah diperbaiki.
Lubang biopori tidak
memerlukan lahan yang luas. Untuk daerah dengan intensitas hujan tinggi
dan laju peresapan air sekitar 3 liter permenit, setiap 100 meter
persegi luas tanah, hanya membutuhkan sekitar 28 lubang. Karena itu,
teknologi ini bisa diaplikasikan di semua jenis kawasan, termasuk
kawasan yang 100% kedap air atau sama sekali tidak ada tanah terbuka.
Dan jika biopori itu berada diantara pepohonan, dijamin tetumbuhan itu
akan makin subur.
Membuat Sumur Biopori
- Gali lubang bentuk silinder, diameter 10-30 cm, kedalaman 80-100 cm (boleh kurang jika muka air tanah dangkal).
- Buat jarak antarlubang 50-100 cm.
- Isi
lubang dengan sampah organik (sampah dapur, daun, rumput). Tambah terus
sampah organik jika isi lubang berkurang akibat pembusukan.
- Perkuat mulut lubang dengan memasukkan paralon (10 cm) dan pinggir mulut lubang di semen agar tidak longsor.
- Tutup dengan loster atau tutup saluran WC agar tidak membahayakan anak-anak.
SUMUR RESAPANYang
disebut sebagai sumur resapan adalah sumur gali yang berfungsi untuk
menampung, meresapkan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh dipermukaan
tanah, bangunan, juga atap rumah. Dengan denikian, bermanfaat untuk
dapat menambah atau meninggikan permukaan air tanah dangkal (water
table), menambah potensi air tanah, mengurangi genangan banjir,
mengurangi amblesan tanah, serta mengurangi beban pencemaran air tanah.
Berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang tata cara perencanaan sumur
resapan air hujan untuk lahan pekarangan, persyaratan umum yang harus
dipenuhi adalah sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak
pada tanah berlereng, curam, atau labil. Selain itu, sumur harus
dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, septic tank (minimum lima meter
diukur dari tepi) dan berjarak minimum satu meter dari fondasi
bangunan.
Bentuknya boleh bundar atau persegi empat. Penggalian
maksimal dua meter di bawah permukaan air tanah. Persyaratan teknis
lainnya ialah kedalaman air tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan,
struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah lebih besar atau sama
dengan 2,0 cm/jam, dengan tiga klasifikasi. Pertama, permeabilitas
tanah sedang (geluh kelanauan) 2,0-3,6 cm/jam, kedua permeabilitas tanah
agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm/jam dan ketiga, permeabilitas
tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm/jam.
Spesifikasi
sumur resapan meliputi penutup, dinding bagian atas dan bawah, pengisi
dan saluran air hujan. Untuk penutup dapat digunakan, misalnya pelat
beton bertulang tebal 10 sentimeter dicampur satu bagian semen, dua
bagian pasir, dan tiga bagian kerikil. Atau beton dengan ketebalan yang
sama berbentuk cubung namun tidak diberi beban diatasnya atau ferocement
setebal 10 sentimeter.
Untuk dinding sumur bagian atas dan bawah
dapat menggunakan besi beton. Dinding bagian atas juga dapat hanya
menggunakan batu bata merah, batako, campuran satu bagian semen, empat
bagian pasir, diplester dan diaci semen. Semenetara pengisi sumur dapat
menggunakan batu pecah ukuran 10-20 senti meter, pecahan bata merah
ukuran 5-10 sentimeter, ijuk, serta rang. Pecahkan batu tersebut disusun
berongga. Untuk saluran air hujan, dapat digunakan pipa PVC berdiameter
110 milimeter, pipa beton berdiameter 200 milimeter, dan pipa beton
setengah lingkaran berdiameter 200 milimeter. (dari berbagai
sumber/foto:istimewa)